Bea Cukai-Polri Ungkap Kasus CPO Rugikan Negara Rp28,7 M

Operasi gabungan antara Satgasus Optimalisasi Penerimaan Negara (OPN) Polri, DJBC dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkap modus penghindaran bea keluar dan pembatasan ekspor melalui produk turunan kelapa sawit yang salah diklasifikasi sebagai “fatty matter”. Operasi ini mengidentifikasi 87 kontainer milik perusahaan PT MMS dengan barang yang disinyalir bukan fatty matter sebagaimana dilaporkan dalam izin ekspornya. CNN Indonesia+4tirto.id+4detiknews+4

Rincian Kasus

  • Barang yang diberitahukan sebagai fatty matter yang bebas dari bea keluar ternyata melalui pengujian laboratorium DJBC dan IPB mengandung produk turunan CPO — yang seharusnya dikenakan bea keluar atau pembatasan ekspor (lartas). tirto.id+1

  • Pencatatan menunjukkan terdapat lonjakan ekspor produk fatty matter hingga 278 % dibanding periode sebelumnya oleh PT MMS. detiknews+1

  • Total kontainer yang disita sebanyak 87 unit dengan berat bersih ± 1.802 ton dan nilai ekspot sekitar Rp 28,7 miliar. https://www.metrotvnews.com+1

Pernyataan Pihak Berwenang

Kapolri Listyo Sigit Prabowo menyatakan bahwa pengungkapan ini merupakan bagian dari arahan Presiden untuk menutup potensi kebocoran negara melalui ekspor ilegal. detiknews
Dirjen Bea dan Cukai �Djaka Budi Utama menyampaikan bahwa modus ini melibatkan pemberitahuan komoditas yang tidak sesuai dengan isi barang, sehingga menghindari bea keluar dan pembatasan ekspor. tirto.id+1

Implikasi Ekonomi dan Regulasi

  • Kerugian negara yang muncul dari kasus ini tidak hanya dari nilai barang senilai Rp 28,7 miliar, tetapi juga potensi hilangnya penerimaan pajak dan bea keluar yang belum dihitung seluruhnya. tirto.id+1

  • Pemerintah menegaskan bahwa tidak akan ada kompromi terhadap kecurangan ekspor, dan regulasi seperti Permenperin Nomor 32 Tahun 2024 akan diterapkan untuk memperkuat klasifikasi dan pengawasan produk turunan sawit. ANTARA News

Tantangan & Catatan

  • Modus penghindaran ekspor ini menunjukkan bahwa pengawasan mekanisme ekspor dan pengklasifikasian komoditas masih punya celah.

  • Penindakan harus diikuti dengan pemeriksaan terhadap seluruh rantai distribusi dan eksposur potensi pelanggaran yang sama agar penyelesaian tidak hanya berbasis satu kasus.

  • Perlu penguatan sistem data dan integrasi antar lembaga (DJBC, DJP, Kemenperin) agar lonjakan komoditas tidak mencurigakan mudah terdeteksi.

Kesimpulan

Penangkapan 87 kontainer produk turunan sawit senilai Rp 28,7 miliar oleh DJBC dan Polri menegaskan bahwa pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran ekspor. Kasus ini menjadi peringatan serius bahwa kepatuhan terhadap regulasi ekspor dan klasifikasi komoditas bukan sekadar formalitas — melainkan pondasi penerimaan negara dan integritas industri.
Ke depan, efektivitas pengawasan serta penindakan yang menyeluruh akan menjadi kunci agar industri sawit tidak hanya tumbuh secara kuantitas, tetapi juga tertib dan berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *