Serangkaian serangan udara yang dilancarkan oleh Jalur Gaza menciptakan korban jiwa massal dalam sehari. Pihak medis setempat melaporkan sekurang-kurangnya 104 orang tewas, termasuk 46 anak-anak dan 20 perempuan, menyusul pengeboman malam hari yang menarget kawasan pemukiman dan fasilitas pengungsi. The Guardian+2AP News+2
🔥 Kronologi dan Lokasi Serangan
Serangan terjadi pada Selasa malam waktu setempat ketika militer Israel menyatakan melakukan serangan terhadap sebuah “instalasi senjata” milik Hamas di wilayah utara Gaza, tepatnya di daerah Beit Lahia. The Guardian+1
Korban tewas dibawa ke lima rumah sakit di Gaza yang menyatakan menerima ratusan korban luka serta jenazah warga sipil. The Guardian+1
đź§Ť Dampak terhadap Warga Sipil & Infrastruktur

Warga sipil menjadi korban utama. Salah satu area yang terkena adalah kamp pengungsi dan lokasi pelayanan medis yang sebelumnya menjadi zona aman bagi keluarga dan anak-anak. The Guardian+1
Rumah sakit menghadapi overload pasien, kekurangan bahan medis dan ambulans sulit menuju lokasi karena reruntuhan bangunan dan kondisi keamanan yang memburuk. Pusat Informasi Palestina
📝 Reaksi Internasional dan Hukum Humaniter
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa‑Bangsa (PBB), António Guterres, mengutuk keras serangan tersebut dan meminta semua pihak menghormati hukum humaniter internasional serta memperkuat perlindungan bagi warga sipil. Pusat Informasi Palestina
PBB mencatat bahwa serangan ini salah satu yang paling mematikan sejak gencatan senjata berlaku pada 10 Oktober 2025, dan mengingatkan bahwa kesepakatan itu kini berada di ambang runtuh. AP News+1
đź’Ą Implikasi dan Risiko Eskalasi
-
Kegagalan mempertahankan gencatan senjata meningkatkan risiko konflik terbuka kembali antara Israel dan Hamas, termasuk kemungkinan operasi militer darat di Gaza. The Guardian+1
-
Krisis kemanusiaan yang sudah kronis di Gaza makin memburuk: warga kehilangan tempat tinggal, kekurangan pangan dan layanan kesehatan terancam lumpuh.
-
Reputasi Israel di mata dunia kembali tercoreng karena laporan target fasilitas sipil dan anak-anak menjadi korban, memancing tekanan diplomatik dari negara-negara Muslim dan organisasi HAM global.
Ledakan di Gaza bukan sekadar insiden militer biasa. Sumber medis setempat melaporkan lebih dari 300 korban luka berat akibat gelombang serangan yang mengguncang area pemukiman padat. Banyak korban dilarikan dengan tandu darurat karena ambulans tidak dapat menembus reruntuhan bangunan. (theguardian.com)
Pemerintah Mesir dan Qatar segera menggelar rapat darurat bersama pejabat PBB untuk memulihkan jalur bantuan kemanusiaan yang terhenti total sejak pengeboman pertama. Diplomat Arab menyebut situasi ini sebagai “batas terakhir kesabaran dunia.” (apnews.com)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menilai Gaza kini di ambang kehancuran total. Listrik hanya menyala dua jam sehari, rumah sakit menggunakan generator yang hampir kehabisan bahan bakar, dan banyak bayi prematur dipindahkan secara manual karena inkubator berhenti berfungsi.
Sementara itu, ribuan warga Gaza memilih mengungsi ke selatan mendekati perbatasan Rafah. Mereka membawa anak-anak, selimut, dan sisa makanan seadanya. Situasi di lapangan menggambarkan penderitaan yang terus berulang di wilayah yang telah dikepung selama lebih dari satu dekade.
Pengamat politik Timur Tengah memperingatkan bahwa serangan ini bisa memicu reaksi besar-besaran dari kelompok perlawanan regional seperti Hizbullah dan milisi di Yaman. Jika hal ini terjadi, kawasan Timur Tengah akan kembali berada di titik paling panas sejak konflik 2014.